weLcoMe tO juLie'S wOrLd

thank you for visiting my blog...have a good time and enjoy it!! ^-^

Wednesday, March 26, 2008

Kisah Seorang Penyemir Sepatu

“Ma, ceritakan sesuatu untuk Raya donk.” pinta Raya sambil memeluk boneka beruangnya.
“Hmm...baiklah, mama akan menceritakan sebuah kisah yang sangat menarik.”
“Asik...Ayo ma..ayo cerita.”
Lalu Mama Raya pun mulai bercerita.....
Pada waktu dulu sekitar tahun 19 , ada seorang anak kecil yang kerjanya sebagai penyemir sepatu.
“Pak..bolehkah saya menyemir sepatu bapak?” pinta seorang anak penyemir sepatu itu, yang sudah mengambil posisi jongkok untuk menyemir sepatu.
“Tidak...Tidak...Pergi sana, hush..hush...” tolak bapak itu dengan cara kasar, bapak itu mendorong bahu anak itu sampai ia terjatuh dari posisinya semula.
Setapak demi setapak, anak itu terus berjalan menyusuri pinggiran-pinggiran trotoar dan memasuki setiap rumah makan yang ada. Tolakan demi tolakan dia terima, dari tolakan halus hingga tolakan kasar, walaupun begitu, ia tidak akan marah dan tidak putus asa. Terus dan terus...dengan penampilannya yang kumuh, baju yang sudah usang dan robek, celana yang sudah kotor, dan sendal jepit serta kotak semirnya yang selalu setia bertengger di bahunya.
Setetes demi setetes keringat yang ia keluarkan, tidak sebanding dengan yang ia hasilkan. Hingga suatu ketika di sebuah rumah makan...
“Pak...boleh saya semir sepatunya?” pinta anak itu lagi, entah sudah ke berapa ratus kalinya.
“Wah..kebetulan sekali, sudah lama sepatu saya juga belum disemir. Silahkan..silahkan...” jawab bapak itu sambil melepaskan sepatunya.
“Terima kasih, Pak.”
“Sama-sama. Oh ya sebentar.” Lalu bapak itu pun menawari teman-temannya yang lain, untuk disemir sepatunya, dan mereka semua pun mau, teman-teman bapak itu sekitar ada 10 orang. Lalu satu demi satu datang menghampiri anak penyemir sepatu itu untuk memberikan sepatunya agar disemir.
“Ya Tuhan, terima kasih.” Anak itu pun mengucapkan puji syukur kepada Tuhan. “Terima kasih.” Ucap anak itu dengan tulus kepada bapak-bapak yang ada disana.
Dengan giat, anak itu menyemir satu demi satu sepatu tersebut, tanpa ada rasa lelah di raut mukanya, dia terus menyemir..dan menyemir...sampai satu demi satu sepatu tersebut menjadi seperti barang baru.
Dan akhirnya, selesailah semua sepatu itu disemirnya. Dikembalikannya sepatu-sepatu itu kepada pemiliknya. Sembari ia mengembalikan sepatu itu, masing-masing bapak yang ada disana lalu membayar ongkos menyemirnya.
“Maaf pak, hari ini saya belum mendapatkan sepersen pun rupiah, jadi saya tidak memiliki kembalian dari uang sebesar ini.” Ucap anak itu ketika pemilik sepatu pertama, memberikan 1 lembar uang 20ribuan kepadanya.
“Tidak apa-apa, nak. Ini semua untuk kamu. Saya hanya ingin membantu kamu. Harap kamu menerimanya.”
Lalu teman-teman bapak yang tadi pun ikut-ikutan memberikan ongkos yang lumayan untuk sang penyemir sepatu. Kini, terpancar raut muka yang bahagia di muka anak tersebut. Hingga akhirnya orang terakhir yang membayar....
“Nak, bolehkah saya tau bagaimana kehidupanmu? Dimana orang tuamu? Apakah kamu masih bersekolah?
“Orang tua saya sudah meninggal, pak. Selama ini, hidup saya, saya habiskan seperti ini, tapi saya tidak akan putus asa, pak. Saya sudah tidak bersekolah lagi semenjak kelas 3 SD.”
“Nak...maukah kamu ikut saya, menjadi anak saya. Sebab, setiap saya melihat kamu, saya jadi terbayang almarhumah istri saya.”
“Tapi pak... Saya merasa tidak pantas untuk menjadi anak bapak.”
“Kamu itu pantas nak.”
Lalu anak itu pun menerima ajakan bapak itu, untuk menjadi anaknya, dan hidupnya pun berubah, walaupun hidupnya sudah berubah, tetapi sikapnya tidak pernah berubah, yaitu tidak pernah putus asa, dan selalu bekerja keras. Dan sekarang anak itu, memiliki pabrik sepatu sendiri.
...
“Ma, besok Raya mau jadi tukang semir sepatu kayak anak itu ya?” ucap Raya dengan polosnya.
“Raya...bukan itu maksud dari cerita ini. Maksud dari cerita ini, agar anak-anak tidak boleh putus asa dalam menghadapi semua hal, sebab dibalik itu semua, Tuhan pasti akan merencanakan hal yang lebih indah dari apapun. Baiklah sudah malam, ayo tidur.” Lalu Mama Raya menyelimuti anaknya dengan selimut.
“Met malem, ma.”
“Selamat malam juga, sayang.” Ketika Mama Raya sudah di pintu kamar Raya, dan mau mematikan lampu, Mama Raya berbisik sesuatu, “nak, anak yang mama ceritakan itu adalah papa.” Lalu Mama Raya pun tersenyum dan menutup pintu kamar Raya.