weLcoMe tO juLie'S wOrLd

thank you for visiting my blog...have a good time and enjoy it!! ^-^

Saturday, August 20, 2011

him...

Dear, Mjeje..

People call me crazy because I keep saying your name
They laugh at me because I like you so much
Since the first time I saw you
I just know that you're the one I've dreamed of
I am like a fool because of you
Am I wrong if I fall in love with you?
I know that maybe you will never even once look back at me
But still it's okay with me
Let me stay here and keep watching you silently
Just like the sunflower, always looks upon the far away sun
And the sun keep shining wonderfully to everything under him
I'll do anything to make you keep smiling
I'll give my everything to protect your happiness
I pray to God each and every days, because I can't be close to you
So, I ask God for always you keeping you safe
If only I could have a chance, I want to let you know my name
I only there's a miracle for me, it will be spending a day with you
I'm a lucky girl when I'm remembering I breath under the same sky with you
Thank you, Jeje for making me a better woman
미안 해요, 난 널 사랑해!

-Ageje-

Wednesday, February 16, 2011

Makin tua, aku makin menikmati Sabtu pagi. Mungkin karena adanya keheningan sunyi senyap sebab aku yang pertama bangun pagi, atau mungkin juga karena tak terkira gembiraku sebab tak usah masuk kerja. Apapun alasannya, beberapa jam pertama Sabtu pagi amat menyenangkan.

Bbrp minggu yg lalu, aku agak memaksa diriku ke dapur dg membawa secangkir kopi hangat di satu tangan dan koran pagi itu di tangan lainnya. Apa yg biasa saya lakukan di Sabtu pagi, berubah menjadi saat yg tak terlupakan dalam hidup ini. Begini kisahnya.

Aku keraskan suara radioku tuk mendengarkan suatu acara Bincang2 Sabtu Pagi. Aku dgr seseorang agak tua dg suara emasnya. Ia sdg berbicara mengenai 1000 kelereng kpd seseorang di telpon yg dipanggil “Tom”. Aku tergelitik dan duduk ingin mendengarkan apa obrolannya.

“Dengar Tom, kedengarannya kau memang sibuk dg pekerjamu. Aku yakin mereka menggajimu cukup banyak, tapi kan sgt sayang sekali kau hrs meninggalkan rumah dan keluargamu terlalu sering. Sulit kupercaya kok ada anak muda yg hrs bekerja 60 atau 70 jam seminggunya tuk memenuhi kebutuhan se-hari2. Untuk menonton pertunjukan tarian putrimu pun kau tak sempat”.

Ia melanjutkan : “Biar kuceritakan ini, Tom, sesuatu yg membantuku mengatur dan menjaga prioritas apa yg harus kulakukan dlm hidupku”.

Lalu mulailah ia menerangkan teori “1000 kelereng” nya.” Begini Tom, suatu hari aku duduk2 dan mulai meng-hitung2. Kan umumnya org rata2 hidup 75 tahun. Ya aku tahu, ada yg lebih dan ada yang kurang, tapi secara rata2 umumnya kan sekitar 75 tahun. Lalu, aku kalikan 75 ini dg 52 dan mendapatkan angka 3900 yg merupakan jumlah semua hari Sabtu yg rata2 dimiliki seseorang selama hidupnya. Sekarang perhatikan benar2 Tom, aku mau beranjak ke hal yang lebih penting”.

“Tahu tidak, setelah aku berumur 55 tahun baru terpikir olehku semua detail ini”, sambungnya, “dan pada saat itu aku kan sudah melewatkan 2800 hari Sabtu. Aku terbiasa memikirkan, andaikata aku bisa hidup sampai 75 tahun, maka buatku cuma tersisa sekitar 1000 hari Sabtu yang masih bisa kunikmati”.

“Lalu aku pergi ketoko mainan dan membeli tiap butir kelereng yang ada. Aku butuh mengunjungi tiga toko, baru bisa mendapatkan 1000 kelereng itu. Kubawa pulang, kumasukkan dalam sebuah kotak plastik bening besar yang kuletakkan di tempat kerjaku, di samping radio. Setiap Sabtu sejak itu, aku selalu ambil sebutir kelereng dan membuangnya”.

“Aku alami, bahwa dengan mengawasi kelereng2 itu menghilang, aku lebih memfokuskan diri pada hal2 yg betul2 penting dalam hidupku. Sungguh, tak ada yang lebih berharga daripada mengamati waktumu di dunia ini menghilang dan berkurang, untuk menolongmu membenahi dan meluruskan segala prioritas hidupmu”.

“Sekarang aku ingin memberikan pesan terakhir sebelum kuputuskan teleponmu dan mengajak keluar istriku tersayang untuk sarapan pagi. Pagi ini, kelereng terakhirku telah kuambil, kukeluarkan dari kotaknya. Aku berfikir, kalau aku sampai bertahan hingga Sabtu yang akan datang, maka Tuhan telah memberi aku dg sedikit waktu tambahan ekstra tuk kuhabiskan dg orang2 yg kusayangi”.

“Senang sekali bisa berbicara denganmu, Tom. Aku harap kau bisa melewatkan lebih banyak waktu dg orang2 yg kau kasihi, dan aku berharap suatu saat bisa berjumpa dgmu. Selamat pagi!”

Saat dia berhenti, begitu sunyi hening, jatuhnya satu jarumpun bisa terdengar ! Untuk sejenak, bahkan moderator acara itupun membisu. Mungkin ia mau memberi para pendengarnya, kesempatan untuk memikirkan segalanya. Sebenarnya aku sudah merencanakan mau bekerja pagi itu, tetapi aku ganti acara, aku naik ke atas dan membangunkan istriku dg sebuah kecupan.

“Ayo sayang, kuajak kau dan anak2 ke luar.. pergi sarapan”. “Lho ada apa ini…?”, tanyanya tersenyum. “Ah, tidak ada apa2 tidak ada yg spesial”, jawabku, “Kan sudah cukup lama kita tidak melewatkan hari Sabtu dg anak2 ? Oh ya, nanti kita berhenti juga di toko mainan ya? Aku butuh beli kelereng.”

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering yag kuning dengan punggung mereka yang menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yagn mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya.


Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan: "Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!.

Dia mengangkat tongkat bambu itu tinggi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata: "Ayah, aku yang melakukannya! "

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi:

"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang! hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata: "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi.

Malam itu, ayah jongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut: "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." I

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas: Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus? Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata: "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku. Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya:

"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai! Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata: "Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini."

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku.

"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang." Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya dilokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) .

Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan: "Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !"

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya: "Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku? Dia menjawab, tersenyum: "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu? "

Aku merasa terenyuh, dan air mata meme nuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku: "Aku tidak perduli omongan siapa pun!Kamu adalah adikku apapun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu. .."

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan:

"Saya melihat semua gadis kota memakainya.Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu. "Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku:

"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita! Tetapi katanya, sambil tersenyum: "Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya: "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."

Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota . Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.

Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan: "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik,dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu:

"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya? Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya: Pikirkan kakak ipar, ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan.

Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan? Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku! Mengapa membicarakan masa lalu?Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?"

Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku. Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat. Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah.

Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat meme gang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya."

Tepuk tangan akhirnya membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata yang begitu susah ku ucapkan keluar dari bibirku. "Dalam segenap hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah Adikku". Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, didepan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai...

Bagi yang udh baca cerita ini, menurutku anda harus membacanya lg...
karena untuk mencabuk diri kita dri kemalesan...
thanks..

不 入 虎 穴, 焉 得 虎 子

bù rù hǔ xué yān dé hǔ zǐ.
Tanpa masuk ke sarang harimau, bagaimana dapat menangkap anak harimau


Tanpa berani mengambil risiko tidak akan mendapatkan hasil. No Risk, No Gain, kata orang bule. Risiko yang dimaksud adalah risiko terkalkulasi, yakni risiko yang telah di­per­hitungkan: cara, untung rugi dan kon­disi terburuk apa yang mungkin dialami jika gagal.

Keberanian berbeda dengan nekad, apalagi sifat sembrono, koboi atau ugal-ugalan. Nekad sering didefinisikan sebagai tindakah yang tidak takut mati. Mereka tidak berpikir panjang dan tidak memedulikan apa-apa lagi. Hal ini karena mereka sudah putus asa, tidak ada lagi cara, solusi, strategi atau harapan. Sedangkan berani dalam diri seseorang didefinisikan sebagai hati yang mantap, rasa percaya diri yang tinggi menghadapi bahaya dan ketidakpastian, persoalan yang sensitif, sulit atau kontroversial.


Coba simak kisah berikut ini

Untuk mengetahui dan membuktikan pengaruh kesuksesan berbanding lurus dengan keberanian mengambil risiko, dipilihlah puluhan orang yang mempunyai background yang relatif sama untuk dijadikan ”kelinci percobaan”. Setelah dikumpulkan di sebuah gedung dan mendapatkan pengarahan, mereka dimasukkan ke sebuah ruangan yang agak gelap.

Kedua tim peneliti menunjukkan kepada mereka bahwa di depan sana, di seberang kolam ada sebuah medali emas. ”Siapa yang ingin mendapatkan medali tesebut?” tanya ketua tim.

Sambil mengangkat tangan setinggi-tingginya semua berujar, ”Saya..., saya.... , saya.....”

Suasana yang tadinya sepi tiba-tiba menjadi bergairah dan bersemangat.

”Ok...ok... semua orang berhak atas medali tersebut,” jelas ketua tim meyakinkan mereka.

Setelah mengamati mereka semua, ketua Tim melanjutkan,”Tetapi untuk mendapatkannya kalian harus melewati jembatan gantung itu.”

”Bagaimana kalau jatuh ke dalam kolam?” tanya salah satu peserta.

”Anda berisiko patah kaki atau tangan. Namun Tim medis kami siap menolong Anda jika ada masalah,” ketua tim menjelaskan lebih lanjut.

”Siapa yang berani mencoba?” tanya ketua tim peneliti menantang.

Peserta yang tadinya begitu antusias nyalinya menjadi kecut ketika disuruh menantang risiko. Banyak di antara mereka hanya bisa diam, bingung dan cuma beberapa yang berbisik-bisik mengenai risiko yang bakal dihadapi.

Ketua tim lalu memberi nasihat, ”Ketakutan akan mengalami risiko cidera adalah hal yang wajar dalam setiap diri manusia. Begitu juga dengan kalian.”

”Tetapi jika manusia selalu takut dan menghindari risiko dengan segala cara dan alasan. Lalu apa yang bisa ia dapatkan?”

”Perlu diketahui, dalam banyak kasus hanya berdiam diri, menghindari risiko dan tidak mengambil tindakan apa-apa justru lebih merugikan.”

Setelah meyakinkan mereka, ketua Tim bertanya lagi, ”Ayo.... siapa yang berani?”

Ternyata nasihat tersebut mampu memotivasi dan membakar semangat seorang pemuda yang tadinya hanya diam untuk segera bertindak walaupun risiko menghadang di depan.

”Yes... saya akan mencoba.” Dengan suara lantang dan keras ia berusaha untuk menaklukkan kegelisahan di dalam dirinya.

Lalu ia berlari kecil ke depan menuju jembatan gantung. Setelah sampai, ia menarik napas dalam-dalam. Dengan hati-hati ia mulai melangkah, dan akhirnya berhasil melewati tantangan tersebut. Dengan bangga pemuda tersebut menunjukkan medali emas yang diperolehnya sambil berteriak, ”Saya berhasil... saya berhasil......”

Keberhasilan itu dilengkapi dengan suara tepuk tangan dari peserta lainnya.

Setelah itu, ketua tim menyalakan beberapa bola lampu dan ruangan pun menjadi lebih terang. Ia meminta peserta untuk mendekat ke kolam. Ternyata di bawah jembatan telah di pasang jaringan atau net transparan. Ketika ditawarkan lagi kesempatan kedua dengan imbalan hadiah hiburan, hanya ada tiga orang yang berani maju ke depan. Dengan langkah kecil dan penuh konsentrasi, mereka berhasil melewati tantangan.

Kemudian yang sisanya bertanya, ”Pak, apakah jaringan net itu cukup kuat menahan beban orang?”

”Ia cukup menahan bahkan sampai lima puluh orang sekaligus,” sahut ketua tim peneliti, ”tetapi sayangnya kesempatan sudah tidak ada lagi.”

Para facebookser yang budiman,
Begitu juga dalam hidup ini kalau kita tidak berani mengambil risiko, kita tidak akan mendapatkan apa-apa dalam hidup ini. Peter F Drucker pernah mengatakan, ”In every success story, you will find someone who has made a caurageous decision”

Dan juga perlu diketahui, kesempatan tidak datang dalam bentuk dan wujud yang nyata atau konkrit. Bahkan sering kita tidak mempunyai informasi yang lengkap berkaitan denganya. Namun dengan pengalaman, instinct dan keberanian untuk take action mengambil risiko, peluang untuk mencapai kesuksesan selalu ada di tangan.

Jikalau kita hanya menunggu segalanya berjalan dengan mulus, lancar dan segalanya sudah pasti, maka kesempatan itu sudah tidak ada lagi karena telah dikuras habis-habisan oleh orang yang duluan maju. Kita hanya kebagian sisa tulang belulang.

Jadi tepat sekali kata peribahasa 不 入 虎 穴, 焉 得 虎 子 bù rù hǔ xué yān dé hǔ zǐ. Untuk sukses kita harus berani menghadapi segala cobaan, tantangan, rintangan, ketidakpastian, pesaing bahkan ancaman yang menyangkut keselamatan jiwa. Dengan kemampuan mengkalkulasi, lihai membaca peluang, mempunyai persiapan yang baik dan peluru cadangan, semuanya akan mmeberikan kita keberaninan untuk melangkah dan meraih kesuksesan yang telah menanti kita di depan.

Kebanyakan dari kita selalu berpikir tidak mungkin akan menjadi seseorang yang sukses. Banyak yang merasa tidak yakin akan kemampuan dirinya, tidak yakin akan bakat yang dia miliki dan selalu mendengar cemoohan orang lain. Akibatnya, kemampuan dan bakat yang dia miliki terkubur seiring berjalannya waktu.

Tahukah Anda, sebenarnya yang lebih mengetahui akan kemampuan dan bakat yang ada dalam diri kita adalah diri kita sendiri. Yang merencanakan masa depan, yang menjadi arsitek dalam kehidupan kita adalah diri kita sendiri. Kalau kita mengenali diri sendiri, pasti kita mengetahui apa yang kita senangi dan apa yang kita mampu untuk melakukannya. Jadi, jangan hiraukan apa yang dibilang oleh orang-orang tentang suatu hal yang dapat menghancurkan impian kita. Hilangkan kata "TIDAK" dalam kosa kata "TIDAK MUNGKIN" dalam pembendaharaan kata Anda, sehingga kata yang tinggal adalah kata MUNGKIN.

Tahukah Anda, Albert Einstein sampai saat ini dianggap sebagai orang paling junius di dunia. Karya "Albert Einstein" sangat fenomenal, contohnya teori relativitas yang menjadi cikal bakal penemuan pemusnah massal bom atom dan nuklir. Padahal ketika dia masih bayi, bicaranya kurang lancar dan ketika sekolah dia jarang belajar. Jika diajar, suka tidur dan terlalu banyak bertanya sehingga gurunya menggap dia abnormal. Dan dia juga tidak tamat sekolah tinggi dan mengalami kegagalan dalam ujian saringan Sekolah Politeknik Zurich.

Sementara, Thomas Alva Edison memiliki 1.093 karya besar dan merupakan orang yang mempunyai paten penemuan terbanyak di dunia. Tahukah Anda, ia bukan merupakan orang jenius. Di sekolah, ia menjadi langganan mendapatkan rangking terendah dan kepala sekolah menyebutnya 'otak udang' dan tidak bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Pada akhirnya, dia hanya menjalani 3 bulan pendidikan formal.

Hellen Keller adalah seorang wanita tegar yang menjadi inspirasi bagi dunia. Ia dikenal sebagai pejuang hak-hak wanita, pembela orang-orang cacat, serta pengarang produktif dan sukses. Jutaan eksemplar bukunya terjual di seluruh dunia dan sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Apakah Anda tahu, ia adalah seorang wanita yang buta dan tuli, juga bisu? Tetapi dia mampu menunjukkan kepada dunia bahwa dia mampu menjadi seseorang yang dia inginkan dengan keterbatasan fisiknya.

Dari ketiga tokoh di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa kesuksesan tidak dipengaruhi oleh latar belakang, kejeniusan, dan fisik. Pun, tidak ada yang bisa mengekang manusia untuk menjadi seseorang yang sukses, selama ia masih memiliki keyakinan diri, yang diiringi dengan kerja keras dan semangat yang tinggi.

Suatu hari seorang sahabat saya pergi ke rumah orang jompo atau lebih terkenal dengan sebutan panti werdha bersama dengan teman-temannya. Kebiasaan ini mereka lakukan untuk lebih banyak mengenal bahwa akan lebih membahagiakan kalau kita bisa berbagi pada orang-orang yang kesepian dalam hidupnya. Ketika teman saya sedang berbicara dengan beberapa ibu-ibu tua, tiba-tiba mata teman saya tertumpu pada seorang opa tua yang duduk menyendiri sambil menatap kedepan dengan tatapan kosong. Lalu sang teman mencoba mendekati opa itu dan mencoba mengajaknya berbicara. Perlahan tapi pasti sang opa akhirnya mau mengobrol dengannya sampai akhirnya si opa menceritakan kisah hidupnya.

Si opa memulai cerita tentang hidupnya sambil menghela napas panjang. Sejak masa muda saya menghabiskan waktu saya untuk terus mencari usaha yang baik untuk keluarga saya, khususnya untuk anak-anak yang sangat saya cintai. Sampai akhirnya saya mencapai puncaknya dimana kami bisa tinggal dirumah yang sangat besar dengan segala fasilitas yang sangat bagus. Demikian pula dengan anak-anak saya, mereka semua berhasil sekolah sampai keluar negeri dengan iaya yang tidak pernah saya batasi. Akhirnya mereka semua berhasil dalam sekolah juga dalam usahanya dan juga dalam berkeluarga.

Tibalah dimana kami sebagai orangtua merasa sudah saatnya pensiun dan menuai hasil panen kami. Tiba-tiba istri tercinta saya yang selalu setia menemani saya dari sejak saya memulai kehidupan ini meninggal dunia karena sakit yang sangat mendadak. Lalu sejak kematian istri saya tinggallah saya hanya dengan para pembantu kami karena anak-anak kami semua tidak ada yang mau menemani saya karena mereka sudah mempunyai rumah yang juga besar. Hidup saya rasanya hilang, tiada lagi orang yang mau menemani saya setiap saat saya memerlukan nya. Tidak sebulan sekali anak-anak mau menjenguk saya ataupun memberi kabar melalui telepon. Lalu tiba-tiba anak sulung saya datang dan mengatakan kalau dia akan menjual rumah karena selain tidak effisien juga toh saya dapat ikut tinggal dengannya.

Dengan hati yang berbunga saya menyetujuinya karena toh saya juga tidak memerlukan rumah besar lagi tapi tanpa ada orang-orang yang saya kasihi di dalamnya. Setelah itu saya ikut dengan anak saya yang sulung.
Tapi apa yang saya dapatkan ? setiap hari mereka sibuk sendiri-sendiri dan kalaupun mereka ada di rumah tak pernah sekalipun mereka mau menyapa saya. Semua keperluan saya pembantu yang memberi. Untunglah saya selalu hidup teratur dari muda maka meskipun sudah tua saya tidak pernah sakit-sakitan. Lalu saya tinggal dirumah anak saya yang lain. Saya berharap kalau saya akan mendapatkan sukacita idalamnya, tapi rupanya tidak. Yang lebih menyakitkan semua alat-alat untuk saya pakai mereka ganti, mereka menyediakan semua peralatan dari kayu dengan alasan untuk keselamatan saya tapi sebetulnya mereka sayang dan takut kalau saya memecahkan alat-alat mereka yang mahal-mahal itu.

Setiap hari saya makan dan minum dari alat-alat kayu atau plastik yang sama dengan yang mereka sediakan untuk para pembantu dan anjing mereka. Setiap hari saya makan dan minum sambil mengucurkan airmata dan bertanya dimanakah hati nurani mereka?
Akhirnya saya tinggal dengan anak saya yang terkecil, anak yang dulu sangat saya kasihi melebihi yang lain karena dia dulu adalah seorang anak yang sangat memberikan kesukacitaan pada kami semua. Tapi apa yang saya dapatkan?

Setelah beberapa lama saya tinggal disana akhirnya anak saya dan istrinya mendatangi saya lalu mengatakan bahwa mereka akan mengirim saya untuk tinggal di panti jompo dengan alasan supaya saya punya teman untuk berkumpul dan juga mereka berjanji akan selalu mengunjungi saya. Sekarang sudah 2 tahun saya disini tapi tidak sekalipun dari mereka yang datang untuk mengunjungi saya apalagi membawakan makanan kesukaan saya. Hilanglah semua harapan saya tentang anak-anak yang saya besarkan dengan segala kasih sayang dan kucuran keringat. Saya bertanya-tanya mengana kehidupan hari tua saya demikian menyedihkan padahal saya bukanlah orangtua yang menyusahkan, semua harta saya mereka ambil.

Saya hanya minta sedikit perhatian dari mereka tapi mereka sibuk dengan diri sendiri.
Kadang saya menyesali diri mengapa saya bisa mendapatkan anak-anak yang demikian buruk. Masih untung disini saya punya teman-teman dan juga kunjungan dari sahabat - sahabat yang mengasihi saya tapi tetap saya merindukan anak-anak saya.

Sejak itu sahabat saya selalu menyempatkan diri untuk datang kesana dan berbicara dengan sang opa. Lambat laun tapi pasti kesepian di mata sang opa berganti dengan keceriaan apalagi kalau sekali-sekali teman saya membawa serta anak-anaknya untuk berkunjung.

Sampai hatikah kita membiarkan para orangtua kesepian dan menyesali hidupnya hanya karena semua kesibukan hidup kita. Bukankah suatu haripun kita akan sama dengan mereka, tua dan kesepian ? Ingatlah bahwa tanpa Ayah dan Ibu, kita tidak akan ada di dunia dan menjadi seperti ini.
Jika kamu masih mempunyai orang tua, bersyukurlah sebab banyak anak yatim-piatu yang merindukan kasih sayang orang tua.

Tempat Yang Tidak Bisa Tergantikan

Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istri saya sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah? Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan sorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil. Begitulah yang kurasakan, karena selama ini saya merasa bahwa saya telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak saya, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu untuk anak saya.

Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anak saya masih tertidur. Ohhh... aku harus menyediakan makan untuknya.

Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan. Setelah memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian aku bergegas berangkat ke tempat kerja.

Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras. Suatu hari ketika aku pulang kerja aku merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari. Hanya sekilas aku memeluk dan mencium anakku, saya langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam. Namun, ketika aku merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat! Aku membuka selimut dan..... di sanalah sumber 'masalah'nya ... sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan di seprai dan selimut!

Oh...Tuhan! Aku begitu marah, aku mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anak saya yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan! Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:

"Dad, tadi aku merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi ayah belum pulang, jadi aku ingin memasak mie instan. Aku ingat, ayah pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka aku menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk ayah dan yang satu lagi untuk saya .. Karena aku takut mie'nya akan menjadi dingin, jadi aku menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai ayah pulang. Tapi aku lupa untuk mengingatkan ayah karena aku sedang bermain dengan mainan saya ... Saya minta maaf Dad ... "

Seketika, air mata mulai mengalir di pipiku ... tetapi, saya tidak ingin anak saya melihat ayahnya menangis maka aku berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangis saya. Setelah beberapa lama, aku hampiri anak saya, memeluknya dengan erat dan memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu aku membujuknya untuk tidur. Kemudian aku membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur.

Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, aku melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tapi karena dia sedang melihat foto mommy yang dikasihinya.

Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya. Tanpa terasa, anakku sudah berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh dewasa dengan bahagia.

Namun... belum lama, aku sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal....

Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Aku pulang kerumah lebih awal dari kantor, aku berharap dia bisa menjelaskan. Tapi ia tidak ada dirumah, aku pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer game dengan gembira. Aku marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan, "Aku minta maaf, Dad".

Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yang diadakan oleh sekolah, karena yg diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadirannya karena ia tidak punya ibu.....

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri di kamarnya untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika istri saya masih ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!

Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Saat ini musim dingin, dan hari Natal telah tiba. Semangat Natal ada dimana-mana juga di hati setiap orang yg lalu lalang... Lagu-lagu Natal terdengar diseluruh pelosok jalan .... tapi astaga, anakku membuat masalah lagi. Ketika aku sedang menyelasaikan pekerjaan di hari-hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon. Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus.

Mereka menelpon saya dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat. Walaupun saya sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa anak ini sudah benar-benar keterlaluan. Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf : "Maaf, Dad". Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.

Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah saya mendorong anak saya ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya?

Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : "Surat-surat itu untuk mommy.....".

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca..... tapi aku mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yg sama?"

Jawaban anakku itu : "Aku telah menulis surat buat mommy untuk waktu yang lama, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak itu dan aku mengirimkannya sekaligus".

Setelah mendengar penjelasannya ini, aku kehilangan kata-kata, aku bingung, tidak tahu apa yang harus aku lakukan, dan apa yang harus aku katakan ....

Aku bilang pada anakku, "Nak, mommy sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk mommy, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada mommy. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa tidur dengan nyenyak. Saya berjanji akan membakar surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi.... saya jadi penasaran untuk tidak membuka surat tersebut sebelum mereka berubah menjadi abu.

Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur......

'Mommy sayang',

Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi kamu tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Aku tidak memberitahu ayah tentang hal ini karena aku takut ayah akan mulai menangis dan merindukanmu lagi.

Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Ayah keliling-keliling mencari saya, setelah menemukanku ayah marah, dan aku hanya bisa diam, ayah memukul aku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya.

Mommy, setiap hari saya melihat ayah merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya. Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, saya rasa. Tapi mom, aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah mommy muncul dalam mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu dan ingat anda? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi mommy, mengapa engkau tak pernah muncul?

Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena saya tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istri saya ....

Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri yang baik, yang penuh kasih terhadap anak-anakmu selalu berterima-kasihlah setiap hari padanya. Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak-anakmu.

Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikan posisinya.