weLcoMe tO juLie'S wOrLd

thank you for visiting my blog...have a good time and enjoy it!! ^-^

Sunday, April 19, 2009

kisah nyata…megharukan =’(

Saya seorang mantan guru sekolah
musik dari

Des Moines

,

Iowa

.
Saya mendapat nafkah dengan mengajar piano selama lebih dari 30 tahun. Selama
itu, saya menyadari tiap anak punya kemampuan musik yang berbeda. Tapi saya
tidak pernah merasa telah menolong walaupun saya telah mengajar beberapa murid
berbakat. Walaupun begitu, saya ingin bercerita tentang murid yang
"tertantang secara musik".

Contohnya adalah Robby. Robby berumur 11 tahun, ketika ibunya memasukkan dia
dalam les untuk pertama kalinya.

Saya lebih senang kalau murid (khususnya laki- laki) mulai ketika lebih muda,
saya jelaskan itu pada Robby. Tapi Robby berkata, ibunya selalu ingin mendengar
dia bermain piano. Jadi saya jadikan dia murid.

Robby memulai les pianonya dan dari
awal saya piker dia tidak ada harapan. Robby mencoba, tapi dia tak mempunyai perasaan
nada maupun irama dasar yang perlu dipelajari. Tapi dia mempelajari benar-benar
tangga nada dan beberapa pelajaran awal yang saya wajibkan untuk dipelajari
semua murid.

Selama beberapa bulan, dia mencoba terus dan saya mendengarnya dengan ngeri dan
terus mencoba menyemangatinya. Setiap akhir pelajaran mingguannya, dia berkata,
"Ibu saya akan mendengar saya bermain pada suatu hari." Tapi rasanya
sia-sia saja. Dia memang tak berkemampuan sejak lahir. Saya hanya mengetahui
ibunya dari jauh ketika menurunkan Robby atau menjemput Robby. Dia hanya
tersenyum dan melambaikan tangan tapi tidak pernah turun.

Pada suatu hari, Robby tidak datang lagi ke les kami. Saya berpikir untuk
menghubunginya, tapi karena ketidakmampuannya, mungkin dia mau les yang lain
saja. Saya juga senang dia tidak datang lagi. Dia menjadi iklan yang buruk
untuk pengajaran saya!

Beberapa minggu sesudahnya, saya mengirimkan brosur ke tiap murid, mengenai
pertunjukan yang akan dilaksanakan. Yang mengagetkan saya, Robby (yang juga
menerima brosur) menanyakan saya apakah dia bisa ikut pertunjukan itu. Saya
katakana kepadanya, pertunjukan itu untuk murid yang ada sekarang dan karena
dia telah keluar, tentu dia tak bisa ikut. Dia katakan bahwa ibunya sakit sehingga
tak bisa mengantarnya ke les, tapi dia tetap terus berlatih. "Bu Hondrof…
saya mau main!" dia memaksa.

Saya tidak tahu apa yang membuat saya akhirnya membolehkan dia main di
pertunjukan itu. Mungkin karena kegigihannya atau mungkin ada sesuatu yang berkata
dalam hati saya bahwa dia akan baik-baik saja.

Malam pertunjukan datang. Aula itu dipenuhi dengan orang tua, teman, dan relasi.
Saya menaruh Robby pada urutan terakhir sebelum saya ke depan untuk berterimakasih
dan memainkan bagian terakhir. Saya rasa kesalahan yang dia buat akan terjadi
pada akhir acara dan saya bisa menutupinya dengan permainan dari saya.

Pertunjukan itu berlangsung tanpa masalah. Murid-murid telah berlatih dan
hasilnya bagus. Lalu Robby naik ke panggung. Bajunya kusut dan rambutnya
bagaikan baru dikocok. "Kenapa dia tak berpakaian seperti murid
lainnya?" piker saya. "Kenapa ibunya tidak menyisir rambutnya
setidaknya untuk malam ini?"

Robby menarik kursi piano dan mulai. Saya terkejut
ketika dia menyatakan bahwa dia telah memilih Mozart’s Concerto #21 in C Major.
Saya tidak dapat bersiap untuk mendengarnya. Jarinya ringan di tuts nada,
bahkan menari dengan gesit. Dia berpindah dari pianossimo ke fortissimo…dari
allegro ke virtuoso. Akord tergantungnya yang diinginkan Mozart sangat
mengagumkan! Saya tak pernah mendengar lagu Mozart dimainkan orang seumur dia
sebagus itu! Setelah enam setengah menit, dia mengakhirinya dengan crescendo
besar dan semua terpaku disana dengan tepuk tangan yang meriah. Dalam air mata,
saya naik ke panggung dan memeluk Robby dengan sukacita. “Saya belum pernah
mendengar kau bermain seperti itu, Robby! Bagaimana kau melakukannya?"
Melalui pengeras suara Robby menjawab, "Bu Hondorf… ingat saya berkata bahwa
ibu saya sakit? Ya, sebenarnya dia sakit kanker dan dia telah berlalu pagi ini.
Dan sebenarnya… dia tuli sejak lahir jadi hari inilah dia pertama kali
mendengar saya bermain. Saya ingin bermain secara khusus."

Tidak ada satu pun mata yang kering malam itu. Ketika orang-orang dari Layanan
social membawa Robby dari panggung ke ruang pemeliharaan, saya menyadari
meskipun mata mereka merah dan bengkak, betapa hidup saya jauh lebih berarti
karena mengambil Robby sebagai murid saya.

Tidak, saya tidak pernah menjadi penolong, tapi malam itu saya menjadi orang
yang ditolong Robby. Dialah gurunya dan sayalah muridnya. Karena dialah yang mengajarkan
saya arti ketekunan, kasih, percaya pada dirimu sendiri, dan bahkan mau memberi
kesempatan pada seseorang yang tak anda ketahui mengapa.

Peristiwa ini semakin berarti ketika, setelah bermain di Desert Storm, Robby
terbunuh oleh pengeboman yang tak masuk akal oleh Alfred P. Murrah Federal Building
di Oklahoma pada April 1995, ketika dilaporkan… dia sedang main piano.

Kita dapat membuat perubahan. Kita semua mempunyai ribuan kesempatan tiap hari
untuk menyadari rencana Tuhan. Banyak sekali interaksi antara dua orang memberi
kita suatu pilihan: Apakah kita meneruskan percikan Ilahi? Atau kita membiarkan
kesempatan itu, dan membiarkan dunia semakin dingin dalam prosesnya?2611054385_2

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home