weLcoMe tO juLie'S wOrLd

thank you for visiting my blog...have a good time and enjoy it!! ^-^

Sunday, April 19, 2009

berat bebanmu?? “Jangan Khawatir!”

Jam 7 malam. Sudah cukup lama aku
berkutat dengan pekerjaanku. Aku
bersiap-siap untuk meninggalkan
kantor. Dengan enggan kuangkat tas
berat itu ke pundakku. Beban yang
menekan di pundakku terasa begitu
mengganggu, tapi aku memang harus
membawa tas ini.
Di perjalanan pulang, aku mengendarai
sepeda motorku masih dengan
konsentrasi pada tas yang membebani
pundakku. Seorang anak kecil
menyeberang dengan sepedanya tanpa
melihat ke kiri dan ke kanan. Huh, aku
memaki dalam hati. Kecil kecil sudah
menyebalkan, gimana gedenya nanti.

Aku melanjutkan perjalanan masih
dengan sejuta omelan dalam hati. Ingin
rasanya cepat sampai di rumah, supaya
aku bisa beristirahat.
Suara klakson yang berbunyi nyaring
mengagetkan aku dari lamunanku.
Kulirik spion dan kulihat seorang anak
muda dengan mobil mewahnya membunyikan
klakson dengan nada tak sabar.

Huh, kenapa sih dengan orang-orang
ini? Emangnya dia nggak lihat kalau
jalanan emang lagi macet? Emangnya
dikira enak membawa tas seberat ini?
Ketika sampai di rumah, ternyata
perasaan nyaman yang kuimpikan tak
dapat kutemui. Suasana hiruk pikuk
keluargaku terasa seperti dentuman-
dentuman keras di kepalaku.

Lagi-lagi aku memaki dalam hati. Aku
capek. Aku ingin istirahat. Berat
sekali yang harus aku angkat. Kenapa
sih nggak ada yang mau mengerti?

Malam hari. Akhirnya aku memperoleh
ketenangan. Aku bisa tidur dan
beristirahat. Tapi tas besar dan berat
ini terasa mengganggu sekali. Aku tak
bisa tidur. Tapi aku tak bisa
melepaskannya. Aku kesal.

"Bapa, kenapa sih berat sekali?
Sungguh-sungguh sangat mengganggu… "
Aku mengeluh sambil meneteskan air
mata.

"Mengapa engkau tidak meletakkan tas
itu anakKu?"

"Tapi aku tak bisa Bapa"

"Kenapa?"

"Lihatlah, semua tas ini berlabelkan
tanggung jawab. Semua harus aku bawa
setiap saat, aku tak bisa
meletakkannya. Tas hitam yang paling
besar ini, lihat tulisan di depannya,
PEKERJAAN. Semua tanggung jawab
pekerjaanku ada di dalamnya. Lalu yang
coklat ini, KELUARGA. Aku juga tak
bisa meletakkannya. Semuanya adalah
bebanku. Dan yang biru ini, PELAYANAN.
Engkau tentu tak ingin aku
meletakkannya bukan?"

Aku berusaha menjelaskan.

Bapaku yang baik hanya tersenyum, lalu
mendekatiku. "Kemarilah, Aku ingin
melihatnya."

Ia melihat tas hitam besar yang
kuletakkan di pundakku. "AnakKu,
engkau dapat meletakkan tas ini. Ini
memang tanggung jawab pekerjaanmu. Dan
engkau memang harus menanggungnya.
Namun saat engkau melangkah keluar
dari kantor, engkau dapat meletakkan
tas ini di samping meja kerjamu.
Tenanglah, tidak akan ada yang
mengambilnya. Lagi pula semua isinya
adalah tanggung jawabmu bukan?
Percayalah, tak akan ada yang tertarik
untuk mengambil tas ini, sehingga
keesokan hari, saat engkau kembali ke
kantor, pasti tas ini akan tetap ada
di

sana

, dimana engkau meletakkannya.
Dan engkau dapat mengambilnya kembali
dan melanjutkan tanggung jawabmu".

Ia tersenyum menunggu
jawabanku. "Benar Bapa, tapi aku tak
dapat meletakkannya. Ia melekat terus
di pundakku".

Ia menatapku dengan penuh kasih, lalu
perlahan mengambil tas itu dari
pundakku.

"Kemarilah anakKu. Di saat engkau tak
dapat meletakkannya, Aku dapat
membantumu untuk meletakkannya. Dan
esok, Aku pun dapat membantumu untuk
mengenakannya kembali."

Ia meletakkan tas hitam itu di dekat
tempat tidurku. Rasanya pundakku lega
sekali. Tas paling berat yang selalu
menekanku telah diambil. Aku menggerak-
gerakkan pundakku sambil
tersenyum. "Engkau benar Bapa, rasanya
enak sekali. Ringan. Besok aku akan
lebih siap untuk melanjutkan
pekerjaanku. Esok, pasti tas itu tidak
akan terasa terlalu berat lagi".

Aku menatap wajah Bapaku yang penuh
kasih. Sungguh indah senyum dan sinar
mataNya. Ia menatap tas coklat di
pundakku. "Lalu itu? engkau tidak
ingin meletakkannya juga?"

"Bapa, aku tidak bisa. Ini adalah
tanggung jawab KELUARGA. Kemanapun aku
pergi aku harus membawanya."

"AnakKu, Aku sungguh bahagia karena
engkau memperhatikan setiap tanggung
jawab yang kuberikan padamu mengenai
keluargamu. Tapi engkau pun tak boleh
lupa, bahwa keluargamupun adalah
milikKu. Dan aku memelihara setiap
kepunyaanKu. Engkau memang harus
membawa tas itu bersamamu, tapi
sesekali letakkanlah, agar engkau
dapat bermain dengan bebas dengan
keponakanmu, bercanda dengan kakakmu,
atau sekedar berbincang dan bercerita
dengan orang tuamu. Rasanya belakangan
ini Aku jarang melihatmu melakukannya".

Aku tertunduk malu. Ia benar. Aku
membawa tas ini kemana-mana, dan
kulaksanakan setiap tanggung jawab
untuk keluargaku, tapi sepertinya
ternyata tas ini menjadi jauh lebih
berharga dari pada kehadiran
keluargaku sendiri.

Sekali lagi Bapa mengambil tas dari
pundakku. "Mari anakKu, letakkanlah.
Di saat engkau perlu, letakkanlah.
Karena engkau dapat yakin, walaupun
engkau meletakkannya dan meluangkan
waktu dengan keluargamu, Akulah yang
akan tetap menjagamu dan keluargamu".

Dan pundakku menjadi jauh lebih lega.
Kini hanya tinggal satu tas biru yang
masih memberati pundakku. "Bapa, tas
yang satu ini sungguh-sungguh tak
dapat kuletakkan. Setiap saat setiap
waktu aku harus membawanya. Karena
setiap detik kehidupanku adalah
pelayananku untukMu. Engkau tentu tak
ingin aku meletakkannya bukan?"

"Hmm… benar juga". Aku terkejut
mendengar jawabanNya. Sepertinya agak
tidak sesuai harapanku. Ia telah
membantuku meletakkan kedua tasku
sebelumnya, dan sepertinya aku sungguh-
sungguh berharap agar tas ini juga
dapat kulepaskan.

"Mari coba kulihat tas itu" Ia melihat
dan meraba tas biru yang masih melekat
di pundakku.

"Anakku, sepertinya ada yang salah
dengan tasmu ini. Kemarilah, coba
lepaskan".

Ia mengambil tas biruku. "Anakku,
engkau benar. Aku ingin agar engkau
selalu melayaniKu dalam setiap detik
kehidupanmu. Dan percayalah, itu
sungguh-sungguh menyenangkan hatiKu.
Tapi sepertinya tasmu ini bahannya
terlalu berat, sehingga menekan
pundakmu terlalu berat."

Kemudian

Ia

memberikan aku satu tas
biru yang lain. "Ini, pakailah tas ini
sebagai gantinya. Ini merupakan tas
dengan bahan KASIH. Jika engkau
meletakkan semua pelayananmu di
dalamnya, niscaya engkau tidak akan
terbebani dengan tasmu ini".

Aku menerima tas baruku dari
tanganNya, lalu memindahkan semua isi
tas lamaku ke dalam tas berbahan KASIH
itu.

Aku mencoba mengangkatnya. Ternyata
Bapaku benar. Tas itu kini terasa
ringan dan sungguh nyaman di pundakku.

Aku memandangNya penuh kasih. "Terima
kasih Bapa. Aku sungguh mengasihiMu.
Terima kasih untuk pelajaranMu hari
ini".

Pagi ini aku memulai hari dengan
senyuman. Istirahatku sudah cukup. Dan
aku siap untuk menghadapi tantangan
hari ini.
Di perjalanan, aku masih tetap bertemu
orang-orang yang menyebalkan, namun
tidak lagi memaki dalam hati,
melainkan aku berdoa untuk
mereka.

Mungkin mereka juga masih selalu
membawa tas mereka kemana-mana atau
mereka juga mengenakan tas dengan
bahan yang salah. Banyak sekali. Aku
melihat ada yang membawa dua tas
besar, tiga bahkan empat. Tulisannya
pun bermacam-macam, ada PEKERJAAN,
KELUARGA, PELAYANAN, KULIAH, SEKOLAH,
BISNIS, dan masih banyak lagi.

Memang tanggung jawab adalah sesuatu
yang harus kita pikul dan harus kita
selesaikan. Tapi kita pun harus tetap
belajar untuk menempatkan di saat mana
kita harus mengangkat dan di saat mana
kita harus meletakkan.

Dan aku terus belajar …

Seseorang yang bijaksana pernah
bertanya padaku:

"Mana yang lebih berat, mengangkat
sebuah gelas dengan satu tangan selama
1 jam penuh, atau mengangkat gelas
tersebut selama 10 menit lalu
meletakkannya sejenak dan
mengangkatnya kembali selama 10 menit
dan demikian seterusnya sampai 1 jam?"

"Marilah kepadaKu, semua yang letih
lesu dan berbeban berat. Aku akan
memberi kelegaan kepadamu". Matius
11:28

"Sebab itu, janganlah kamu kuatir akan
hari besok, karena hari besok
mempunyai kesusahannya sendiri.
Kesusahan sehari cukuplah untukLoveofgod_11
sehari". Matius 6:34

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home