weLcoMe tO juLie'S wOrLd

thank you for visiting my blog...have a good time and enjoy it!! ^-^

Sunday, July 02, 2006

Sebuah Ciuman Selamat Tinggal


Rapat Direksi baru saja berakhir.
Bob mulai bangkit berdiri dan menyenggol meja sehingga kopi tertumpah
ke atas catatan-catatannya. "Waduh, memalukan sekali aku ini, di usia
tua
kok
tambah ngaco". Semua orang ramai tergelak tertawa, lalu sebentar
kemudian, kami semua mulai menceritakan saat-saat yang paling
menyakitkan
di masa lalu dulu.
Gilirannya kini sampai pada Frank yang duduk terdiam mendengarkan
kisah
lain-lainnya.
 
"Ayolah Frank, sekarang giliranmu. Cerita dong, apa saat yang paling
tak
enak bagimu dulu."
Frank tertawa, mulailah ia berkisah masa kecilnya.
 
"Aku besar di San Pedro.
Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta amat pada lautan.
Ia punya kapalnya sendiri, meski berat sekali mencari mata
pencaharian di
laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut sampai ia
menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga. Bukan cuma cukup
buat
keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara2
lainnya yang masih di rumah."
 
Ia menatap kami dan berkata, "Ahhh, seandainya kalian sempat bertemu
ayahku. Ia sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan
memerangi
lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia
sudah mirip kayak lautan. Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya
yang
terbuat dari kanvas dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya.
Topi penahan hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya.
Tak perduli berapapun ibuku mencucinya, tetap akan tercium bau lautan
dan
amisnya ikan."
Suara Frank mulai merendah sedikit.
"Kalau cuaca buruk, ia akan antar aku ke sekolah.
Ia punya mobil truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini.
Truk itu bahkan lebih tua umurnya daripada ayahku.
Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang perjalanan.
Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya.
Saat ayah bawa truk menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat
duduk, berharap semoga bisa menghilang.
Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem mendadak dan lalu
truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap.
Ia akan selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang
akan berdiri mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan
diri
ke depan, dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku
sebagai anak yang baik. Aku merasa agak malu, begitu risih.
Maklumlah, aku sebagai anak umur dua-belas, dan ayahku menyandarkan
diri
ke depan dan menciumi aku selamat tinggal!"
 
Ia berhenti sejenak lalu meneruskan, "Aku ingat hari ketika kuputuskan
aku sebenarnya terlalu tua untuk suatu kecupan selamat tinggal.
Waktu kami sampai ke sekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah
tersenyum lebar. Ia mulai memiringkan badannya ke arahku, tetapi aku
mengangkat tangan dan berkata, "Jangan, ayah".
Itu pertama kali aku berkata begitu padanya, dan wajah ayah tampaknya
begitu terheran.
 
Aku bilang, "Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat tinggal.
Sebetulnya sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan".
Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya mulai
basah.
Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar kepalanya,
pandangannya menerawang menembus kaca depan.
"Kau benar", katanya.
"Kau sudah jadi pemuda besar......seorang pria. Aku tak akan
menciumimu
lagi".
 
Wajah Frank berubah jadi aneh, dan air mata mulai memenuhi kedua
matanya,
ketika ia melanjutkan kisahnya.
"Tidak lama setelah itu, ayah pergi melaut dan tidak pernah kembali
lagi.
Itu terjadi pada suatu hari, ketika sebagian besar armada kapal
nelayan
merapat di pelabuhan, tapi kapal ayah tidak.
Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan.
Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat dan
separuhnya lagi masih ada di laut. Pastilah ayah tertimpa badai dan ia
mencoba menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya."
 
Aku mengawasi Frank dan melihat air mata mengalir menuruni pipinya.
Frank menyambung lagi, "Kawan-kawan, kalian tak bisa bayangkan apa
yang
akan
kukorbankan sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah ciuman pada
pipiku....
untuk merasakan wajah tuanya yang kasar......
untuk mencium bau air laut dan samudra padanya.....
untuk merasakan tangan dan lengannya merangkul leherku.
Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu.
Kalau aku seorang pria dewasa, aku pastilah tidak akan pernah memberi
tahu ayahku bahwa aku terlalu tua "untuk sebuah ciuman selamat
tinggal."
 
 
By: Thomas Charles Clary
 
Semoga kita tidak menjadi terlalu tua untuk menunjukkan cinta kasih
kita.
 
AKU TAK SELALU MENDAPATKAN APA YANG KUSUKAI,
OLEH KARENA ITU AKU SELALU MENYUKAI APAPUN YANG AKU DAPATKAN

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home