weLcoMe tO juLie'S wOrLd

thank you for visiting my blog...have a good time and enjoy it!! ^-^

Sunday, July 02, 2006

Sanggupkah Tuhan Menerima Musibah?


Sudah lama aku tidak bertemu Mbah Maridjan,
dikarenakan aku harus pergi ke luar kota menuntut
ilmu. Setelah gempa di Jogja yang membikin hati miris
itu, pesantren tempat aku belajar libur, semua santri
disuruh pulang. Aku segera teringat Mbah Maridjan,
bagaimana kabar orang tua itu yang dulu sering
mengajari aku filsafat Jawa.

Tergopoh2 aku menemui Mbah Maridjan, kucari tadi di
rumahnya beliau tidak ada. Setengah berlari aku
menyusuri pematang sawah yang masih agak basah, sambil
sesekali menghirup aroma batang padi yang merasuk.
Kata tetangga Mbah Maridjan, beliau sering menyendiri
di gubug di tengah sawah kalau sore2 begini. Dari jauh
sudah kulihat gubug kecil beratapkan daun kelapa dan
damen ( batang padi kering). Setelah dekat, kulihat
Mbah Maridjan yang sedang menyalakan rokok
lintingannya. Baunya menyengat, tetapi segar apalagi
ditambah suasana sore yang semilir.

“ Mbah, Mbah, bagaimana ini Mbah, musibah datang silih
berganti, sepertinya sudah waktunya kita melakukan
tobat nasional. Mbah Maridjan malah tenang2 saja”

“ Musibah itu bisa jadi rahmat, sebagaimana rahmat
juga bisa jadi musibah. Ini hanya kejadian alam biasa
Le.”

“ Gimana sih Mbah, musibah ini peringatan dari Tuhan
Mbah atas dosa2 kita, sekaligus juga ujian apakah kita
tabah menghadapi musibah.”

“ Tuhan pun tak sanggup menerima musibah, Le”

Aku seperti ditampar langsung di otakku, apa pula
maksud Mbah Maridjan ini.

“ Hhhmm, maksud Mbah Maridjan…?”

“ Tuhan itu Le, baru diduakan saja sudah marah2, baru
perintahnya tidak dilaksanakan saja sudah ngirim
bencana, lha piye…Tuhannya saja nggak tabah,
ciptaannya bisa lebih gak tabah lagi”

“ Sebentar2, aku masih tidak mengerti apa maksud Mbah
Maridjan.”

“ Kamu ini pancen bodho Le, kamu ingat kisah Adam dan
Hawa, yang dikeluarkan dari surga hanya karena makan
buah Khuldi yang terlarang itu, itu kan kesalahan
sepele, tapi Tuhan marah, terus Adam dan Hawa
ditundung dari surga. Terus kamu ingat kisah Iblis dan
Adam, Iblis disuruh menghormati Adam, suruh sujud di
depan Adam, lha wong Iblis itu pinter, ya dia nggak
mau, dia hanya mau sujud dan hormat kepada Tuhan,
lagi2 Tuhan marah, purik, akhirnya Iblis dilaknat.
Ingat pulakah kau tentang Sodom dan Gomora, hanya
karena homoseksualitas saja seluruh kota dihancurkan.
Tuhannya saja kurang dewasa, jangan pula salahkan
umatnya kalau kekanak2an. “

Aku hanya bengong, mendengarkan tutur kata Mbah
Maridjan yang mengalir sambil mengepulkan asap rokok
kretek di jari2 tangannya. Sungguh2 gila Mbah Maridjan
ini, berani2nya menggoyang tahta diktatur Tuhan.

“ Aceh sudah lebur, Jogja sudah hancur, Merapi
njeblug, kita harus lebih banyak berdoa Mbah Maridjan,
supaya Tuhan mengampuni dosa2 kita.”

“ Hahahahahaha…………………..”

Mbah Maridjan tertawa terkekeh2, sampai terbatuk2,
sambil melihat dengan pandangan lucu kepadaku.

“ Kamu ini Le, produk jaman modern koq berpikirnya
idiot kaya gitu. Kalau banyak orang berdosa, dosa
mereka kan kepada alam dan sesama manusia. Minta ampun
lah kepada alam, dengan merawat mereka dengan baik,
menjadi bagian dari alam bukan malah memperkosanya.
Minta ampunlah kepada manusia2, berhenti korupsi,
bantulah para fakir miskin, peliharalah yatim piatu,
jalankan negara dengan jujur dan bersih. Itu yang
namanya mohon ampun, kalau mohon ampunnya cuma sama
Tuhan, kamu malah akan ditertawakan sama Dia.”

“ Ya, tapi Mbah Maridjan, kita perlu pertolongan Tuhan
untuk bisa lepas dari derita ini.”

“ Percayalah Le, Tuhan itu egois. Kita harus membantu
diri kita sendiri, kamu boleh minta tolong sampai air
matamu habis, tapi kalau kamu tidak memperbaiki dirimu
sendiri, ya percuma. Lihat itu orang Jepang, kena
gempa mereka itu, tapi terus mereka belajar, bikin
gedung dan rumah yang tahan gempa. Lihat orang
Belanda, kena banjir banding mereka itu, tapi mereka
bangkit, bikin dam2 raksasa, sekarang selamatlah
mereka dari petaka banjir. Lihat orang2 Eropa,
dikaruniai penyakit pes, sampai separuh penduduknya
mati, tapi mereka memperbaiki diri, dan hidup sehatlah
mereka sekarang. Bencana itu untuk dipelajari, bukan
untuk disesali.”

Dongkol hatiku bukan main sama Mbah Maridjan, dari
dulu dia selalu bisa membolak-balik perpektif. Dan dia
sudah berani mempermainkan syaraf otakku sekarang,
tapi aku berusaha menguasai diriku.

“Mbah, kita ini manusia yang egois. Tuhan telah
menciptakan alam dengan sempurna, dan menitahkan kita
sebagai kalifahnya di dunia ini. Kitalah yang telah
tidak sanggup memegang amanat Tuhan itu.”

Mbah Maridjan kembali meringis, seolah mengejek.
Matanya yang kecil bulat itu menatap jauh ke hamparan
sawah di depannya.

“ Oalah Le, kalau mau jujur sih. Karena konsep Tuhan
itu diejawantahkan oleh manusia yang egosentris,
akhirnya manusia tambah kelihatan egois. Seharusnya
kau yang sekolah itu tahu hal kayak gitu, dan itu
pandangan antroposentrismu, kuno sekali cara
berpikirmu Le. Manusia itu bagian alam Le, bukan
penguasa alam.”

“ Ya biarin Mbah, pandangan antroposentris kan lebih
baik daripada percaya hal2 mistis kaya sampeyan, ada
Nyi Roro Kidul, Tombak Kiai Plered, Kebo Kiai Slamet
hahahaha………., kebo koq dianggep kiai.”

“ Lho siapa bilang Mbah percaya sama Nyi Roro Kidul,
Nyi Roro Kidul itu kan cuman mitos Le, para kawulo
cilik seperti kita ini kan sering ditipu sama para
penggede2 istana. Raja2 Mataram jaman dulu malu karena
di Segoro Lor (Laut Jawa= red) mereka kalah dengan
tentara Kumpeni Walanda dan tentara Portugis, jadi
mereka menghibur diri dengan menciptakan mitos Nyi
Roro Kidul, seolah2 mereka masih menguasai Segoro
Kidul (Samudra Hindia= red), memperistri penguasa
Segoro Kidul. Cilokone, kita semua percaya adanya Nyi
Roro Kidul, kekuatan pusaka2, kita ini memang bodho
koq Le, wis bodho mbodhoni wong mesisan.”

Lagi2 Mbah Maridjan bikin aku klenger, dia bilang dia
tidak percaya Nyi Roro Kidul, ngoyoworo (mengada2)
saja Mbah tua satu ini.

“ Mbah, musibah demi musibah ini menyelimuti kita,
kita harus bergerak Mbah.”

“ Simbah di sini saja Le, mengabdikan diri untuk
penduduk Merapi. Kamu yang masih muda yang harus
bergerak, sadarkan orang dari tidurnya, sadarkan orang
dari sikap fatalis menghadapi musibah. Sudah sana,
belajar yang bener, santri kalau kerjaannya main PS
terus ya kayak kamu ini jadinya. Ilmune nggedabus,
pangertene mbladhus. Belajar sana bagaimana mengatur
bantuan yang tepat guna dan tepat sasaran, jangan
hanya kitab kuning kau pelajari, kitab putih pun harus
kau pelajari, dan jangan lupa sekarang banyak kitab
digital yang bisa dipelajari.“

Sambil menggerakkan tangannya menyuruh aku pergi, Mbah
Maridjan merogoh sakunya, dikeluarkannya selembar duit
50 ribu.

“ Ini hanyalah lembaran 50 ribuan Le, kuserahkan
padamu. Duit ini akan benar2 jadi milikmu kalau kamu
memberikannya kepada yang membutuhkan, banyak itu
sepanjang kaki Merapi.”

Dilemparkannya duit itu kepadaku, aku mengambilnya
sambil bingung memikirkan apa maksud kata2 Mbah

*** Wah cerita yang cukup meng-atheis-kan...Aku ga akan kasi komentar apa-apa, kalian yang baca juga silahkan berkomentar dalam hati kalian masing-masing secara pribadi saja daripada nantinya muncul kontoversi...peaceee!!
Maridjan yang terakhir tadi.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home